Header AD

Kabinet Paralel RSF Sudan, Darurat atau Kabinet Perang?


Kabinet pemerintahan paralel Sudan versi Nyala yang diumumkan oleh pasukan Rapid Support Forces (RSF) belakangan menjadi sorotan. Struktur yang dibentuk tampak jauh lebih kecil dibanding kabinet pemerintahan resmi Sudan di Khartoum. Pertanyaan pun muncul: apakah formasi itu sekadar kabinet darurat atau justru kabinet perang yang dipersiapkan untuk menopang konflik berkepanjangan?

Minimnya jumlah kementerian dalam kabinet ini dinilai sebagai indikasi keterbatasan fungsi pemerintahan yang bisa dijalankan RSF. Misalnya, ketiadaan menteri keuangan menunjukkan bahwa urusan fiskal dan anggaran negara tidak dikelola secara terpusat. Hal ini berbeda dengan tradisi pemerintahan konvensional, di mana kementerian keuangan menjadi jantung administrasi negara.

Sebaliknya, struktur ekonomi di bawah kendali RSF berjalan lebih menyerupai pola “ekonomi perang”. Pendapatan tidak dikumpulkan oleh sebuah institusi pusat, melainkan dikelola langsung oleh komandan militer di lapangan. Dengan demikian, setiap wilayah di bawah pengaruh RSF memiliki pola pengelolaan keuangan yang berbeda-beda.

Sumber pemasukan utama RSF sendiri sudah lama dikenal publik. Penguasaan tambang emas di Darfur dan wilayah lain memberi pemasukan besar bagi kelompok ini. Emas itu diekspor ke luar negeri dan menjadi modal utama bagi pembiayaan operasi militer mereka.

Selain emas, jasa tentara bayaran juga menjadi sumber dana signifikan. RSF dikenal mengirim pasukannya ke medan perang di luar negeri, termasuk ke Yaman, dengan bayaran dari negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Praktik ini sudah berlangsung bertahun-tahun, jauh sebelum pecahnya konflik terbaru di Sudan.

Di tingkat lokal, komandan militer RSF berperan ganda sebagai pengelola keuangan dan pengambil keputusan logistik. Mereka mengumpulkan pendapatan dari wilayah masing-masing, mengalokasikan dana untuk operasi militer setelah menyisakan dana untuk urusan sipil dan setoran ke pusat; markas besar RSF.

Peran gubernur sipil yang ditunjuk RSF sangat terbatas. Mereka lebih berfungsi sebagai wajah sipil yang mencoba membangun legitimasi politik, namun tetap bergantung penuh pada sumber daya yang dialokasikan komandan militer. Namun perlu diingat bahwa sebagian gubernur RSF memang penguasa de facto wilayah yang dipimpinnya yang sejak lama sudah menjadi 'negara mini' sendiri di luar konteol RSF. Inilah sebabnya kabinet versi Nyala tampak lemah secara administratif.

Ketiadaan kementerian keuangan, perencanaan, atau perdagangan menegaskan bahwa kabinet ini memang tidak disiapkan untuk mengelola negara secara penuh. Fokus utama lebih kepada mempertahankan kontrol di medan perang dan memperkuat struktur militer.

Dengan latar belakang tersebut, para analis menilai kabinet versi Nyala lebih tepat disebut sebagai kabinet perang. Formasi ini disusun untuk mendukung operasi militer dan mengelola ekonomi berbasis konflik, bukan untuk membangun birokrasi sipil yang menyeluruh.

Namun, tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai kabinet darurat. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa RSF tidak memiliki keleluasaan untuk membentuk pemerintahan normal di tengah perang yang masih berlangsung. Karena itu, prioritas diberikan pada bidang pertahanan, keamanan, dan propaganda.

Presidential Council yang dibentuk RSF, dengan Hemedti sebagai ketua, juga memperlihatkan orientasi militer. Dari 15 anggotanya, sebagian besar merupakan tokoh militer atau gubernur daerah yang berfungsi memperkuat kendali atas wilayah.

Kabinet transisi yang diumumkan pada Juli 2025 pun jumlahnya hanya belasan, jauh lebih ramping dibanding kabinet pemerintahan pusat Sudan. Portofolio yang ada didominasi oleh sektor pertahanan, dalam negeri, dan informasi. Ini menunjukkan penekanan pada perang dan kontrol narasi.

Ketidakhadiran portofolio ekonomi mengonfirmasi bahwa manajemen fiskal memang didelegasikan ke level lapangan. Konsekuensinya, terjadi fragmentasi ekonomi antarwilayah. Sistem ini berisiko menimbulkan ketidakstabilan jangka panjang, karena tiap daerah bisa saja menerapkan aturan dan skema pembiayaan berbeda.

Dalam sejarah, struktur serupa pernah muncul di berbagai konflik sipil, mulai dari Libya hingga Suriah. Pemerintahan paralel yang lemah secara birokratis tetapi kuat secara militer cenderung bertahan lama jika mendapat sokongan dana dari luar negeri.

Dukungan finansial dari Uni Emirat Arab disebut-sebut sebagai faktor vital bagi RSF. Tanpa aliran dana dan pembelian emas oleh jejaring internasional, sulit membayangkan RSF bisa menopang biaya perang yang sangat besar.

Karena itu, kabinet Nyala harus dilihat dalam kerangka yang lebih luas: ia bukan sekadar wadah birokrasi, tetapi instrumen politik untuk menunjukkan legitimasi kepada pendukung eksternal. Dengan adanya kabinet, RSF bisa mengklaim memiliki struktur pemerintahan sendiri.

Namun, pengakuan internasional tetap jauh dari jangkauan. Selama kabinet Nyala tidak membentuk institusi ekonomi dan hukum yang solid, sulit bagi dunia luar untuk memperlakukannya sebagai pemerintahan yang sah.

Pertanyaan besar yang masih menggantung adalah apakah kabinet ini akan berkembang menjadi pemerintahan sipil penuh jika konflik mereda, atau tetap bertahan sebagai kabinet perang. Semua tergantung pada dinamika medan tempur dan dukungan asing yang terus mereka terima.

Untuk saat ini, sinyal yang terlihat jelas: kabinet paralel versi Nyala lebih mendekati kabinet perang ketimbang kabinet darurat. Fokus mereka tetap pada pertahanan, logistik militer, dan pendanaan berbasis konflik, bukan pada tata kelola negara yang berfungsi penuh.

STRUKTUR PEMERINTAHAN PARALEL SUDAN DI NYALA

Dewan Kepresidenan

Dewan Kepresidenan berfungsi sebagai kepala negara kolektif. Dewan ini memiliki 15 anggota, tujuh di antaranya dicalonkan oleh Aliansi Pendiri Sudan dan delapan gubernur regional yang menjabat sebagai anggota ex officio (berdasarkan jabatan). Pemimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF), Mohamed Hamdan Dagalo, yang juga dikenal sebagai “Hemedti”, diangkat sebagai ketua dewan kepresidenan pada 28 Maret 2025. Keanggotaan penuh dewan ini diumumkan pada 26 Juli 2025.

Anggota

 * Yang Mulia Laksamana Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (“Hemedti”) - Ketua
 * Komandan Abdelaziz al-Hilu - Wakil Ketua
 * Altahir Abubakr Hagar
 * Mohamed Yousif Ahmed Almustafa
 * Hamid Hamdeen al-Nuwain
 * Abdalla Ibrahim Abbas
 * Kholdi Fathi Salim Jumad
 * Saleh Issa Abdullah
 * El Hadi Idris Yahya
 * Mabrouk Mubarak Salim
 * Faris al-Nour Ibrahim
 * Hamad Mohamed Hamid Khalifa
 * Joseph Tuka Ali
 * Abdulgasim al-Rasheed Ahmed al-Hassan
 * Jagood Mukwar Marada

Kabinet Transisi

Kabinet Transisi terdiri dari seorang perdana menteri, yang dicalonkan oleh Aliansi Pendiri Sudan, dan hingga 16 menteri lainnya yang dicalonkan oleh perdana menteri setelah berkonsultasi dengan para penandatangan Piagam Pendiri Sudan. Mohammed Hassan al-Ta'ishi diangkat sebagai perdana menteri pada 26 Juli 2025.

Anggota
 * Mohammed Hassan al-Ta'ishi - Perdana Menteri
 * Letnan Jenderal Abdul Rahim Dagalo - Menteri Pertahanan
 * Suleiman Sandal - Menteri Dalam Negeri
 * Ibrahim al‑Mirghani - Menteri Penerangan dan Urusan Kabinet

Badan Legislatif Konstituen

Badan Legislatif Konstituen adalah badan bikameral (dua kamar) yang terdiri dari Dewan Kawasan (24 anggota) dan Dewan Deputi (177 anggota).

Kawasan

Kerangka konstitusional transisi berisi ketentuan untuk membagi Sudan menjadi delapan Kawasan: Kawasan Khartoum, Kawasan Timur, Kawasan Utara, Kawasan Darfur, Kawasan Tengah, Kawasan Kordofan, Kawasan Kordofan Selatan/Pegunungan Nuba, dan Kawasan Funj Baru. Delapan gubernur regional diangkat pada 26 Juli 2025, termasuk untuk wilayah yang tidak dikuasai oleh RSF dan kelompok-kelompok sekutunya.

Gubernur

 * Saleh Issa Abdullah - Kawasan Tengah
 * El Hadi Idris Yahya - Kawasan Darfur
 * Mabrouk Mubarak Salim - Kawasan Timur
 * Faris al-Nour Ibrahim - Kawasan Khartoum
 * Hamad Mohamed Hamid Khalifa - Kawasan Kordofan
 * Joseph Tuka Ali - Kawasan Funj Baru
 * Abdulgasim al-Rasheed Ahmed al-Hassan - Kawasan Utara
 * Jagood Mukwar Marada - Kawasan Kordofan Selatan/Pegunungan Nuba


Kabinet Paralel RSF Sudan, Darurat atau Kabinet Perang? Kabinet Paralel RSF Sudan, Darurat atau Kabinet Perang? Reviewed by Admin2 on 11:41 PM Rating: 5

No comments

loading...

Post AD