Header AD

Jika Israel Gunakan Nuklir untuk Ganti Rezim Iran

Wacana penggunaan senjata nuklir oleh Israel terhadap Iran, yang selama ini hanya berkisar pada level retorika strategis, kini mulai memasuki ruang diskusi nyata di kalangan pakar pertahanan dan intelijen global. Dengan diperkirakan memiliki 80 hingga 90 hulu ledak nuklir, Israel memiliki kapasitas untuk melancarkan serangan nuklir terbatas namun mematikan ke berbagai titik vital Iran. Serangan ini diyakini bukan hanya untuk melemahkan kekuatan militer Iran, tetapi juga untuk mempercepat runtuhnya struktur pemerintahan Republik Islam Iran dalam skenario “regime change”.

Dalam skenario militer ekstrem, Israel tidak akan menggunakan seluruh kekuatan nuklirnya sekaligus. Para analis memperkirakan bahwa hanya sekitar 10 hingga 15 hulu ledak nuklir berdaya ledak rendah hingga sedang yang dibutuhkan untuk menghancurkan target-target strategis Iran, termasuk pusat pemerintahan di Teheran, markas militer di Isfahan, pusat riset nuklir di Natanz, hingga pelabuhan militer utama di Bandar Abbas. Serangan ini akan diarahkan bukan hanya ke sasaran militer, tetapi juga untuk mengacaukan sistem komunikasi, transportasi, dan pusat-pusat pengambilan keputusan nasional sekaligus meneror warga Iran yang tak berdosa.

Namun pertanyaannya, apakah dengan hanya menghancurkan Teheran Israel dapat menggulingkan rezim Iran? Jawaban yang muncul dari para pengamat cukup skeptis. Iran adalah negara yang sangat terdesentralisasi dalam sistem komandonya. Kehancuran Teheran kemungkinan besar akan melemahkan kendali pusat, tetapi tidak otomatis membuat seluruh sistem pemerintahan runtuh. Banyak struktur kekuasaan alternatif di kota lain seperti Mashhad, Qom, dan Tabriz yang dapat mengambil alih kendali dalam kondisi darurat. Dengan kata lain, satu kota tidak cukup untuk menjatuhkan seluruh negara.

Jika Israel memutuskan untuk menyerang hingga sepuluh kota besar Iran secara serentak atau bertahap, maka dampaknya adalah kehancuran sipil dan militer dalam skala yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II. Kota-kota seperti Shiraz, Kerman, Rasht, dan Karaj, selain yang sudah disebut sebelumnya, bisa masuk dalam daftar target jika Israel benar-benar mengejar skenario pemusnahan kemampuan tempur dan pemerintahan Iran. Serangan seperti itu akan menewaskan jutaan jiwa dan memicu krisis kemanusiaan global yang belum pernah terjadi dalam sejarah modern.

Menghadapi kemungkinan ini, apakah Iran telah menyiapkan skenario pertahanan? Menurut sejumlah dokumen kebocoran dan wawancara dengan mantan pejabat militer Iran, negara itu memang telah menyiapkan skenario worst-case, termasuk serangan nuklir ke kota-kota utama. Iran diketahui memiliki sistem pertahanan terdesentralisasi, dengan jaringan milisi pro-rezim dan fasilitas komando bawah tanah yang tersebar di berbagai provinsi. Selain itu, Iran juga memiliki sistem rudal balistik yang dapat dioperasikan secara mandiri oleh unit-unit lokal meskipun pusat komando di Teheran lumpuh.

Pembalasan Iran tidak akan mampu menyaingi kekuatan nuklir Israel secara langsung, tetapi akan lebih bersifat asimetris dan jangka panjang. Rudal balistik yang tersisa akan diarahkan ke pangkalan militer AS di Timur Tengah, serta ke wilayah Israel sendiri. Serangan besar-besaran dengan drone dan milisi proksi dari Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman akan diluncurkan sebagai bentuk pembalasan berlapis. Iran juga diyakini akan melakukan pembatasan terhadap infrastruktur minyak dan pelayaran di Selat Hormuz sebagai bentuk melemahkan pihak-pihak yang mendukung sepenuhnya aksis terorisme global Israel di Iran maupun genosida di Gaza.

Jika skenario nuklir Israel dilegitimasi oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis di forum internasional seperti Dewan Keamanan PBB, maka dunia akan secara resmi memasuki babak baru sejarah geopolitik. Legitimasi terhadap serangan nuklir pertama sejak Hiroshima dan Nagasaki akan menghancurkan prinsip non-proliferasi yang menjadi dasar sistem keamanan global pasca Perang Dunia II. Dunia akan kembali pada tatanan berbasis kekuatan absolut, bukan hukum dan norma internasional.

Tindakan semacam itu akan membuka jalan bagi negara-negara lain untuk melegitimasi penggunaan senjata pemusnah massal dalam konflik regional. India bisa menyerang Pakistan, Korea Utara menyerang Korea Selatan atau Jepang, dan bahkan negara-negara kecil akan berlomba mengembangkan senjata nuklir karena hilangnya jaminan perlindungan hukum internasional. Perlombaan senjata nuklir yang selama ini tertahan oleh konsensus global akan lepas kendali.

Di dalam negeri negara-negara Barat, pemberian legitimasi terhadap serangan nuklir juga akan memicu gejolak sosial dan politik besar. Masyarakat Muslim yang menjadi target aksis teror inj dan kelompok-kelompok antiperang di Eropa dan Amerika Serikat akan turun ke jalan menuntut pertanggungjawaban. Reputasi Barat sebagai penegak HAM dan hukum internasional akan runtuh total, memicu gelombang kemunduran diplomatik dan isolasi moral di berbagai kawasan.

Negara-negara nonblok, termasuk anggota BRICS dan negara-negara di Afrika serta Amerika Latin, akan mulai merancang kerangka kerja geopolitik baru. Sistem internasional yang bebas dari dominasi Barat akan didorong untuk menggantikan struktur lama yang dianggap munafik dan tidak adil. Dalam hal ini, Tiongkok dan Rusia kemungkinan besar akan mengambil peran utama dalam membentuk tatanan dunia baru pasca “Teheran Blast”.

Israel sendiri akan menghadapi konsekuensi jangka panjang meskipun berhasil menjatuhkan rezim Iran. Negara itu akan menjadi target balas dendam dari generasi Iran yang baru dan dari jaringan sekutu Iran di Timur Tengah. Untuk mengatasi itu Israel dan sekutunya akan melakukan cipta kondisi membentuk jaringan teror baru sebagaimana dilakukan AS dkk di Perang Dingin untuk menciptakan kesan adanya pembalasan dari warga Iran dan 'jihadis' terhadap keangkuhan Israel padahal nanti kelompok itu dibuat untuk membantai orang-orang Islam sendiri yang masih tersisa seperti skenario paska pendudukan AS di Irak paska 2011. Semua ini dilakukan untuk membuat narasi palsu bahwa Israel adalah korban sebenarnya meski Tel Aviv yang melancarkan serangan nuklir ke Iran.

Meskipun secara militer Israel memiliki keunggulan, kemenangan strategis tidak akan mudah dicapai. Serangan nuklir yang meluluhlantakkan sebuah bangsa tidak serta merta menghasilkan stabilitas. Sebaliknya, hal itu dapat memicu ketidakpastian jangka panjang yang lebih merugikan semua pihak, termasuk Israel sendiri. Dunia akan menyaksikan bahwa kekuatan absolut justru bisa menjadi awal dari ketidakstabilan mutlak.

Dalam akhir skenario ini, kita dihadapkan pada dua kemungkinan: kemunduran dunia ke dalam logika kekuatan tanpa moral, atau munculnya kesadaran kolektif untuk membatasi kekerasan dengan hukum internasional yang lebih tegas dan inklusif. Teheran mungkin menjadi target saat ini, tetapi tatanan dunia adalah taruhannya yang sesungguhnya.

Dibuat oleh AI
Jika Israel Gunakan Nuklir untuk Ganti Rezim Iran Jika Israel Gunakan Nuklir untuk Ganti Rezim Iran Reviewed by Admin2 on 6:34 PM Rating: 5

No comments

loading...

Post AD